5 Cara Mengajarkan Anak Mengenal Emosi Sejak Dini

Article 14 Oct 2025 |
Penulis : Risda Monica, S.Gz., Dietisien
|
Editor : Salma Fitri
Jenis-jenis emosi

Mengajarkan anak membaca dan berhitung memang penting, tetapi ada satu keterampilan dasar yang akan menjadi bekalnya seumur hidup, yaitu kecerdasan emosional.

Kemampuan mengenali, memahami, dan mengelola perasaan adalah fondasi kesehatan mental serta keberhasilan sosial anak di masa depan.

Apa Itu Emosi dan Mengapa Penting Dikenalkan?

Emosi adalah respons alami tubuh terhadap situasi yang kita hadapi. Misalnya, anak merasa senang saat dipeluk, marah ketika keinginannya tak terpenuhi, sedih ketika terjatuh, atau takut saat mendengar suara keras.

Kemampuan mengenali, menamai, dan mengatur emosi disebut regulasi emosional. Hal tersebut merupakan bagian penting dari perkembangan sosial-emosional yang berpengaruh terhadap kesehatan mental, hubungan sosial, dan kesiapan belajar anak di sekolah.

Anak yang cerdas secara emosional umumnya memiliki keterampilan sosial lebih baik, mudah berempati, dan mampu memahami perasaan orang lain. Penelitian juga menunjukkan bahwa anak yang bisa mengatur emosi dan menunjukkan empati, kemandirian, serta kerja sama lebih mudah beradaptasi di lingkungan sekolah dan berprestasi secara akademik.

Kapan Anak Mulai Belajar Mengenal Emosi?

Proses belajar emosi dimulai sejak bayi lahir dan terus berkembang seiring waktu. Berikut tahapan umumnya:

Usia 0–6 Bulan

Pada usia sekitar 5 bulan muncul kemampuan awal yang disebut social referencing, yaitu bayi melihat ekspresi wajah atau mendengar nada suara orang tua atau pengasuh untuk memahami situasi di sekitarnya.

Usia 7–12 bulan

Kemampuan social referencing makin kuat. Bayi mulai memperhatikan reaksi orang tua terhadap hal baru di sekitarnya dan meniru respon tersebut.

Usia 1–2 tahun

Anak mulai membedakan emosi dasar (senang, sedih, marah, takut) dan mengenali penyebabnya.

Usia 3-5 tahun (Prasekolah)

Anak prasekolah semakin memahami berbagai emosi dan penyebabnya. Mereka mampu mengenali ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan emosi yang lebih kompleks. Penelitian menunjukkan kemampuan ini meningkat pesat antara usia 3 hingga 5 tahun.

Tips Praktis Mengajarkan Anak Mengenal Emosi

Mengajarkan anak mengenal emosi tidak serumit yang dibayangkan. Kuncinya adalah konsistensi, kesabaran, dan interaksi sehari-hari. Berikut beberapa cara yang bisa diterapkan di rumah:

1. Validasi, Jangan Abaikan

Akui setiap perasaan anak. Hindari ucapan seperti, “Jangan marah-marah!" dan gantikan dengan, “Bunda tahu kamu marah karena waktu main sudah habis. Wajar kok merasa kesal.” Validasi membuat anak merasa dimengerti dan aman.

2. Beri Nama pada Setiap Perasaan (Labeling)

Jadilah "kamus emosi" berjalan untuk anak. Orang tua dapat mengarahkan emosi yang sedang dirasakan anak. Misalnya:

Saat ia tertawa: "Wah, kamu terlihat senang sekali bermain air!"

Saat ia cemberut: "Muka kamu cemberut. Apa kamu sedang sedih karena Ayah mau berangkat kerja?"

Ceritakan juga emosi yang dirasakan sendiri. Misalnya: "Bunda merasa lelah hari ini, jadi Bunda butuh istirahat sebentar ya."

3. Gunakan Buku dan Alat Bantu

Gunakan buku bergambar, kartu ekspresi wajah, atau tontonan anak-anak. Tanyakan, “Menurutmu, apa yang dirasakan tokoh ini?” untuk melatih empati dan observasi.

4. Ajarkan Cara Sehat Menyalurkan Emosi

Setelah memvalidasi emosi besar seperti amarah, bantu anak menyalurkannya dengan cara yang aman. Misalnya:

"Kita bisa lari-lari di halaman belakang sampai rasa kesalnya hilang."

5. Bermain Peran (Role-Playing)

Gunakan boneka atau mainan untuk memerankan situasi sosial. Aktivitas ini membantu anak memahami sebab-akibat dari perasaan. Misalnya:

“Boneka beruang merebut mainan kelinci. Kira-kira kelinci merasa apa ya?”

Tanda Anak Butuh Dukungan "Lebih"

Semua anak mengalami kesulitan mengelola emosi. Namun, ada beberapa tanda yang menunjukkan bahwa anak mungkin memerlukan perhatian dan dukungan ekstra untuk stabilitas emosinya:

1. Tindakan Fisik Agresif yang Dilakukan Secara Berulang

Anak sering menunjukkan perilaku fisik agresif seperti mencubit, menggigit, atau memukul. Tindakan ini terjadi dengan frekuensi tinggi, intensitas kuat, dan tidak kunjung membaik meskipun sudah diberi pengarahan atau peringatan berulang kali.

2. Tantrum yang Sangat Ekstrem

Anak mengalami amukan yang berlangsung lama (lebih dari 20–30 menit), terjadi beberapa kali dalam sehari, serta disertai perilaku yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

3. Kesulitan Menenangkan Diri

Setelah ledakan emosi, anak membutuhkan waktu yang sangat lama untuk kembali tenang dan cenderung sulit menenangkan diri meskipun sudah dibantu orang tua.

4. Menarik Diri dari Interaksi Sosial

Anak tampak cemas, takut, atau tidak berminat berinteraksi dengan teman sebaya maupun lingkungan sekitar secara konsisten dalam jangka waktu tertentu.

5. Perubahan Drastis pada Pola Tidur atau Makan

Kesulitan emosional juga dapat terlihat dari perubahan signifikan pada pola dasar anak, seperti sulit tidur, sering terbangun, kehilangan nafsu makan, atau justru makan berlebihan.

Jika tanda-tanda ini muncul secara konsisten, jangan ragu mencari bantuan profesional, seperti dokter anak, psikolog anak, maupun konselor keluarga. Mencari bantuan bukan tanda gagal, tetapi bentuk kasih sayang dan langkah bijak untuk memastikan anak mendapat dukungan terbaik.

Kesehatan Anak

ic-brand
Tunggu sebentar